Sehari Dengan Sapi
Pembaca
yang tidak pernah tinggal di desa atau di kampung akan sulit membayangkan
situasi dimana aku bercerita. Sedangkan mereka yang masa kecilnya tinggal di
desa mungkin akan lebih mudah mencerna ceritaku.
Aku berasal dari keluarga yang sederhana. Orang
tuaku memiliki beberapa bidang tanah
yang digarap oleh orang dan 4 ekor sapi yang
dipeliharanya sendiri.
Aku baru duduk di kelas 2 SMP sepulang sekolah setelah menyelesaikan
tugas yang diberikan guru Aku duduk
santai atau membantu ibu sambil menunggu waktu sore. Matahari sudah agak
condong ke barat artinya hari sudah sore. Aku berangkat ketempat biasa aku bertemu dengan teman-temanku. Bukit yang
berada di belakang Tower itu adalah tempat yang ku maksudkan tadi. Di sana aku bertemu dengan teman pengembala sapi dan
sepupuku yang mengembala sapi juga. Walaupun
aku adalah satu-satunya perempuan ditempat itu tapi aku merasa senang bisa
berteman dengan mereka. Sore itu mereka mengembala sapi untuk digiring ke
kandang karena hari sudah hampir gelap. Namun sebelum
mereka pulang mereka menyempatkan diri untuk bermain bola terlebih dahulu. Setelah adzan
magrib berkumandang segeralah kami
bergegas pulang.
Setelah Aku sampai di rumah Aku dikejutkan dengan suara yang tidak asing lagi
bagiku ”kamu dari mana?” tidak salah lagi itu adalah suara bapakku.
Saya dari bukit dibelakang tower. Jawabku sambil duduk didekatnya .”untuk Apa kamu
sering kesana”tanyanya lagi.
Aku suka melihat para pengembala mengembalakan sapinya.jawabku.
“Anak mu yang satu ini memang lain dari
pada yang lain”jelas mamaku lagi.
“Memangnya kenapa ?” tanya papaku .
“Anak perempuan kok senangnya main sama
laki-laki” jawab mama.
“Biarkan saja” kata papa.
“Iyya Ma,
Apa salah kalau akau bermain dengan anak laki-laki termasuk sepupuku
sendiri” Tanyaku
“Iyya deh terserah kamu” ujar mama dengan suara rendah.
Aku anak
kedua dari 4 bersaudara.Kata orang kerena aku
4 bersaudara perempuan semua maka wajar
jika saya menjadi anak yang tomboy, itu sich kata orang.
Pagi hari seperti biasanya saya bersiap ke sekolah.
“Ma papa mana”? Tanyaku pada
mama
“Papa pergi mengeluarkan sapi nanti juga pulang” jawabnya
Oooo.balasku lagi.
Sepulang sekolah saya merasa sangat capek sekali dan memutuskan untuk tidur.Bangun tidur tanpa
Aku duga papa mengajakku untuk pergi mengembala sapi.
“Nung” begitu panggilan Papa padaku
“ya” balasnya.
“Mau ikut mengembala sapi”?tanyanya
“iya..iya” jawabku dengan suara senang.
Maka tanpa pikir panjang saya segera pergi mengembala sapi bersama
Papa.Sesampainya di sana saya sangat
senang melihat sapi-sapiku yang
tampak sehat, Dan bertemu dengan teman-teman.
Yoyo sepupuku berkata ndi Nung coba kamu yang mengembalakan
sapimu itu.Dalam hati Aku masih ragu
dengan perkataan sepupuku itu. apakah
saya sanggup mengembala sapi kataku dalam hati.Akhirnya Aku memutuskan untuk memberi tahu papa dengan usulan sepupuku itu.
Papaku pun mengijinkan untuk mengembalakan sapi
itu.Saya merasa senang dan khawatir juga karena tidak mudah bagi saya untuk
mengembala sapi.Hari pertama mengembala sapi
aku merasa senang. Kami mengembala sapi dari satu tempat ketempat
lain tergantung dengan tersedianya rumput untuk sapi-sapi kami.Sore itu
kami pergi mengembala sapi dengan yang lainnya. Tak berapa lama
kami berjalan terdengar suara yang mengejutkan
dan menghentikan langkah kami.Ternyata suara itu adalah suara choky salah satu teman pengembala sapi .
“woooi” Teriaknya
”kamu kenapa chok”? balas kami sambil menoleh padanya.
“Sapiku hilang” jawabnya dengan suara yang
serak.
“Memangnya kamu ikat dimana” ? Tanyaku
“Di sebelah pohon besar itu” jawabnya sambil menunjuk pohon besar tersebut.
“Ayo kita cari sapimu bersama”ujar kami
Setelah beberapa lama kami mencari sapi yang kayanya hilang. Ternyata
sapi itu ikut dengan sapi milik orang lain mungkin sapi itu mengira bahwa
gerombolan sapi itu adalah temannya.Serantak kami tertawa lepas ternyata sapi juga bisa salah
alamat yaa.
Menjadi pengembala sapi aku merasa senang karena menjadi dekat dengan
sapi-sapi dan memiliki banyak teman yang
sederhana tapi menyenangkan mendapat pembelajaran bahwa kebersamaan dalam
situasi apapun akan terasa mudah dengan dihadapi bersama.
Menjadi pengembala sapi perempuan merupakan hal tidak mudah, banyak
orang yang menyindir dengan apa yang aku
kerjakan tapi ya aku orang cuek kok jadi mau ngomong apa saja
terserah orang aja itu hak mereka mengeluarkan pendapatnya. Bahkan terkadang
mereka berkata kepadaku “apa kamu tidak malu dengan teman-temanmu sebagai pengembala sapi,kamu kan anak perempuan seharusnya tinggal di rumah atau keluar
jalan-jalan dengan anak sebayamu”? mendengar pertanyaan mereka, Aku tidak tersinggung sama sekali Aku menjawab pertanyaan mereka dengen berkata “Aku
tidak malu menjadi pengembala sapi
bersama anak laki-laki lainnya,aku malah
malu kalau keluar rumah kesana-kemari
tanpa alasan yang jelas dan bergaul dengan anak perempauan yang suka
duduk di pinggir jalan.Mengembala sapi pun bukan hal yang buruk.Aku senang
dengan kepribadianku sekarang saya merasa enjoy berteman dengan anak laki-laki
daripada anak perempuan jelasku.setelah sampai dirumah saya merasa capek sekali maklum baru
permulaan.Saat itu mamaku marah “ngapain
kamu mengembala sapi segala”?tanya mama
dengan suara yang agak keras. Tidak apa-apa kok saya sendiri yang
mau.balasku.”Ya sudah tapi kalau sakit jangan mengeluh” jawabnya dengan suara
yang terdengar kesal padaku.
Aku makan malam dan setelah itu
aku tidur kerena sudah capek mengembala sapi.
Post a Comment
Jika ada hal yang membingungkan mengenai postingan di atas dapat anda tanyakan di kotak komentar di bawah ini....